Selasa, 25 Agustus 2020

Kairra.

 

“anjrit itu beneran dia yang nikah? Si Adya yang jadian sama lo pas SMA kan?” Kairra mengangguk pelan kemudian membenamkan kepalanya di bantal sofa kesayangannya. Ia sendiri tidak mengerti perasaan yang dirasakannya saat ini, memang Adya dan Kairra sudah putus sejak kurang lebih dua tahun lalu, bahkan Kairra sudah punya pacar baru saat ini.

“Gila, gue kira dia gamon loh ke lo.” Kali ini Kairra menggeleng, “Gue yang gamon…” Ucapan Kairra sukses membuat Nida, sahabat kairra menoyor kepalanya pelan. “Gila? Ra, lo kan udah punya Irham?” Kali ini Kairra menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, ia kemudian menarik napas berat.

“Susah, Nid. Susah banget buat move on dari dia tuh.” Kairra kembali mengingat kenangan-kenangan yang ia lalui bersama Adya. Dua bulan, hanya dengan waktu dua bulan, laki-laki bernama Adya yang merupakan lelaki paling introvert di kelas itu berhasil membuat Kairra bertekuk lutut.

Nida menatap Kaira dengan pandangan heran, “Apa yang bikin lo susah move on? Orangnya? Dia gak seganteng itu deh gue liat.” Kairra lagi-lagi menggelengkan kepalanya, “Bukan, tapi kenangannya. Cuma dia yang pernah bikin gue seneng sampe rasanya gue gak pernah ngerasain sedih sebelumnya, dia yang bikin gue ketawa sampe rasanya rahang gue mau copot. Cuma dia yang bisa bikin kesedihan gue ilang sepenuhnya. Bahkan Irham pun gak bisa…”

Kali ini giliran Nida yang menggelengkan kepalanya, “Gila, sumpah lo gila Ra. Lo udah bareng-bareng sama Irham hampir tiga tahun loh.” Kairra berbalik menatap Nida, “Gue jahat ya?” Kairra mulai merengek, ia merasa menjadi manusia terjahat di bumi saat ini, tapi ia tidak mau disalahkan, ia ingin menyalahkan Adya yang berhasil membuatnya jatuh begitu dalam namun kini meninggalkan dirinya begitu saja.

Andai Adya tidak pergi waktu itu, andai Adya tidak menyebalkan saat itu, andai Adya mau mengerti maksud Kairra waktu itu, saat ini mungkin Kairra lah yang akan menjadi calon pengantinnya. Kairra merasa lebih berhak dibanding wanita yang baru satu tahun Adya kenal.

“Ya ini bukan sepenuhnya salah lo sih, everyone has their own way to move on. Dan lo milih jalan ini buat usaha ngelupain Adya, lo juga gak pernah bahas Adya terlalu banyak kan ke si Irham?” Kairra mengangguk, “Gue gak segila itu, Nid.” Nida kemudian mengusap bahu Kairra pelan, “Yaudah, mungkin ini cara Tuhan buat bikin lo ngelupain Adya, Ra.” Ucapan Nida diikuti oleh gerimis yang perlahan turun, ini masih bulan Juni namun langit seolah setuju dengan kesedihan yang dirasakan Kairra, lagu It Will Rain dari Bruno Mars menjadi pelengkap sendu Kairra hari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar