“anjrit itu beneran dia yang nikah? Si Adya
yang jadian sama lo pas SMA kan?” Kairra mengangguk pelan kemudian membenamkan
kepalanya di bantal sofa kesayangannya. Ia sendiri tidak mengerti perasaan yang
dirasakannya saat ini, memang Adya dan Kairra sudah putus sejak kurang lebih
dua tahun lalu, bahkan Kairra sudah punya pacar baru saat ini.
“Gila, gue kira dia gamon loh ke lo.” Kali ini Kairra menggeleng, “Gue yang gamon…” Ucapan Kairra sukses membuat
Nida, sahabat kairra menoyor kepalanya pelan. “Gila? Ra, lo kan udah punya
Irham?” Kali ini Kairra menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, ia kemudian
menarik napas berat.
“Susah, Nid. Susah banget buat move on dari
dia tuh.” Kairra kembali mengingat kenangan-kenangan yang ia lalui bersama
Adya. Dua bulan, hanya dengan waktu dua bulan, laki-laki bernama Adya yang
merupakan lelaki paling introvert di kelas itu berhasil membuat Kairra bertekuk
lutut.
Nida menatap Kaira dengan pandangan heran, “Apa
yang bikin lo susah move on? Orangnya? Dia gak seganteng itu deh gue liat.”
Kairra lagi-lagi menggelengkan kepalanya, “Bukan, tapi kenangannya. Cuma dia
yang pernah bikin gue seneng sampe rasanya gue gak pernah ngerasain sedih
sebelumnya, dia yang bikin gue ketawa sampe rasanya rahang gue mau copot. Cuma dia
yang bisa bikin kesedihan gue ilang sepenuhnya. Bahkan Irham pun gak bisa…”
Kali ini giliran Nida yang menggelengkan
kepalanya, “Gila, sumpah lo gila Ra. Lo udah bareng-bareng sama Irham hampir
tiga tahun loh.” Kairra berbalik menatap Nida, “Gue jahat ya?” Kairra mulai
merengek, ia merasa menjadi manusia terjahat di bumi saat ini, tapi ia tidak
mau disalahkan, ia ingin menyalahkan Adya yang berhasil membuatnya jatuh begitu
dalam namun kini meninggalkan dirinya begitu saja.
Andai Adya tidak pergi waktu itu, andai
Adya tidak menyebalkan saat itu, andai Adya mau mengerti maksud Kairra waktu
itu, saat ini mungkin Kairra lah yang akan menjadi calon pengantinnya. Kairra merasa
lebih berhak dibanding wanita yang baru satu tahun Adya kenal.
“Ya ini bukan sepenuhnya salah lo sih, everyone has their own way to move on. Dan
lo milih jalan ini buat usaha ngelupain Adya, lo juga gak pernah bahas Adya
terlalu banyak kan ke si Irham?” Kairra mengangguk, “Gue gak segila itu, Nid.” Nida
kemudian mengusap bahu Kairra pelan, “Yaudah, mungkin ini cara Tuhan buat bikin
lo ngelupain Adya, Ra.” Ucapan Nida diikuti oleh gerimis yang perlahan turun,
ini masih bulan Juni namun langit seolah setuju dengan kesedihan yang dirasakan
Kairra, lagu It Will Rain dari Bruno
Mars menjadi pelengkap sendu Kairra hari itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar